... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui
sedang kamu tidak mengetahui.
(al-Baqarah: 216)
Melihat Kebaikan dalam Segala Peristiwa
Sebenarnya, melihat kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang
biasa. Dalam kehidupan kita sehari-hari, orang sering mengatakan, “Pasti
ada kebaikan (hikmah) di balik kejadian ini,” atau, “Ini merupakan
berkah dari Allah.”
Biasanya, banyak orang mengucapkan
ungkapan-ungkapan tersebut tanpa memahami arti sebenarnya atau
semata-mata hanya mengikuti kebiasaan masyarakat yang tidak ada
maknanya. Kebanyakan mereka gagal memahami arti yang sebenarnya dari
ungkapan-ungkapan tersebut atau bagaimana pemahaman itu dipraktikkan
dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada dasarnya, kebanyakan manusia
tidak sadar bahwa ungkapan-ungkapan tersebut tidak sekadar untuk
diucapkan, tetapi mengandung pengertian yang penting dalam kejadian
sehari-hari.
Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam
setiap kejadian, apa pun kondisinya—baik yang menyenangkan maupun
tidak—merupakan kualitas moral yang penting, yang timbul dari keyakinan
yang tulus akan Allah, dan pendekatan tentang kehidupan yang disebabkan
oleh keimanan. Pada akhirnya, pemahaman akan kebenaran ini menjadi
sangat penting dalam menuntun seseorang tidak hanya untuk mencapai
keberkahan hidup di dunia dan akhirat, tetapi juga juga untuk menemukan
kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir.
Tanda
pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya kekecewaan akan
apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seseorang
gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan
terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan
sentimentalisme, ini menunjukkan kurangnya kemurnian iman. Kebingungan
ini harus segera dienyahkan dan kesenangan yang berasal dari keyakinan
yang teguh harus diterima sebagai bagian hidup yang penting. Orang yang
beriman mengetahui bahwa peristiwa yang pada awalnya terlihat tidak
menyenangkan, termasuk hal-hal yang disebabkan oleh tindakannya yang
salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya. Jika ia menyebutnya
sebagai “kemalangan”, “kesialan”, atau “seandainya”, ini hanyalah untuk
menarik pelajaran dari sebuah pengalaman. Dengan kata lain, orang yang
beriman mengetahui bahwa ada kebaikan dalam apa pun yang terjadi. Ia
belajar dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya.
Bagaimanapun juga, jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat
bahwa semuanya memiliki maksud tertentu dan mudah saja memutuskan untuk
lebih berhati-hati dalam kesempatan mendatang. Bahkan jika hal yang sama
terjadi puluhan kali lagi, seorang muslim harus ingat bahwa pada
akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk kebaikan dan menjadi hak Allah
yang kekal. Kebenaran ini juga dinyatakan secara panjang lebar oleh Nabi
saw.,
“Aku
mengagumi seorang mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap
urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur (kepada Allah)
sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah
diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan
pula.” (HR Muslim)
Hanya dalam kesadaran bahwa
Allah menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik sajalah hati
seseorang akan menemukan kedamaian. Adalah sebuah keberkahan yang besar
bagi orang-orang beriman bila ia memiliki pemahaman akan kenyataan ini.
Seseorang yang jauh dari Islam akan menderita dalam kesengsaraan yang
berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran.
Di sisi lain, orang beriman menyadari dan menghargai kenyataan bahwa ada
tujuan-tujuan Ilahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah.
Karena itu, adalah memalukan bagi orang beriman bila ia ragu-ragu dan
ketakutan terus-menerus karena selalu mengharapkan kebaikan dan
kejahatan. Ketidaktahuan terhadap kebenaran yang jelas dan sederhana,
kekurangtelitian, dan kemalasan hanya akan mengakibatkan kesengsaraan di
dunia dan di akhirat. Kita harus ingat bahwa takdir yang ditentukan
Allah adalah benar-benar sempurna. Jika seseorang menyadari adanya
kebaikan dalam setiap hal, dia hanya akan menemukan karunia dan maksud
Ilahiah yang tersembunyi di dalam semua kejadian rumit yang saling
berhubungan. Walau ia mungkin memiliki banyak hal yang mesti
diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman yang kuat—yang
dituntun oleh kearifan dan hati nurani—tidak akan membiarkan dirinya
dihasut oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun,
atau di mana pun peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa
pasti ada kebaikan di baliknya. Walaupun ia mungkin tidak segera
menemukan kebaikan tersebut, apa yang benar-benar penting baginya adalah
agar ia menyadari adanya tujuan akhir dari Allah.
Berkaitan
dengan sifat terburu-buru manusia, mereka kadang-kadang tidak cukup
sabar untuk melihat kebaikan yang ada di dalam peristiwa yang menimpa
mereka. Sebaliknya, mereka menjadi lebih agresif dan nekat dalam
mengejar sesuatu walaupun hal tersebut sangat bertentangan dengan
kepentingan yang lebih baik. Di dalam Al-Qur`an, hal ini disebutkan,
“Dan
manusia mendo’a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo’a untuk kebaikan.
Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (al-Israa`: 11)
Meski demikian, seorang hamba harus berusaha melihat kebaikan dan
maksud Ilahiah dalam setiap kejadian yang disodorkan Allah di depan
mereka, bukannya memaksa untuk diperbudak oleh apa yang menurutnya
menyenangkan dan tidak sabar untuk mendapatkan hal itu.
Walau
seseorang berusaha untuk mendapatkan status finansial yang lebih baik,
perubahan itu mungkin tidak pernah terwujud. Tidaklah benar jika
seseorang menganggap suatu kondisi itu merugikan. Tentu saja seseorang
boleh berdo’a kepada Allah untuk mendapatkan kekayaan jika kekayaan itu
digunakan di jalan Allah. Bagaimanapun juga, ia harus mengetahui bahwa
jika keinginannya itu tidak dikabulkan Allah, itu disebabkan alasan
tertentu. Mungkin saja bertambahnya kekayaan sebelum matangnya kualitas
spiritual seseorang dapat mengubahnya menjadi orang yang gampang
diperdaya oleh setan. Banyak alasan Ilahiah lainnya—di antaranya tidak
langsung disadari atau hanya akan terlihat di akhirat—dapat mendasari
terjadinya sebuah peristiwa. Seorang usahawan, misalnya, bisa saja
tertinggal sebuah pertemuan yang akan menjadi pijakan penting dalam
kariernya. Akan tetapi, jika saja pergi ke pertemuan itu, ia bisa
tertimpa kecelakaan lalu lintas, atau jika pertemuannya diadakan di kota
lain, pesawat yang ditumpanginya bisa saja jatuh.
Tak ada
seorang pun yang kebal terhadap segala peristiwa. Biasakanlah untuk
melihat bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan dalam sebuah peristiwa
yang pada awalnya terlihat merugikan. Meski demikian, seseorang perlu
ingat bahwa ia tidak akan selalu dapat mengetahui maksud sebuah
peristiwa adalah sesuatu yang merugikan. Ini karena, sebagaimana telah
kami sebutkan sebelumnya, kita tidak selalu beruntung dapat melihat sisi
positif yang muncul. Mungkin juga Allah hanya akan menunjukkan maksud
keilahian-Nya di akhirat nanti. Karena alasan itulah, yang harus
dilakukan oleh orang yang ingin menyerahkannya pada takdir Allah dan
memberikan kepercayaannya kepada Allah adalah menerima setiap kejadian
itu—apa pun namanya—dengan keinginan untuk mencari tahu bahwa pastilah
ada kebaikan di dalamnya dan kemudian menerimanya dengan senang hati.
Harus disebutkan juga bahwa melihat kebaikan dalam segala hal bukan
berarti mengabaikan kenyataan dari peristiwa-peristiwa tersebut dan
berpura-pura bahwa hal itu tidak pernah terjadi, atau mungkin menjadi
sangat idealis. Sebaliknya, orang beriman bertanggung jawab untuk
mengambil tidakan yang tepat dan mencoba semua cara yang dianggap perlu
untuk memecahkan masalah. Kepasrahan orang yang beriman tidak boleh
dicampuradukkan dengan cara orang lain, yang karena pemahaman yang tidak
sempurna tentang hal ini, mereka tetap saja tidak acuh terhadap apa pun
yang terjadi di sekitar mereka dan optimis tetapi tidak realistis.
Mereka tidak bisa membuat keputusan yang rasional ataupun menjalankan
keputusan tersebut. Ini dikarenakan yang ada pada mereka adalah
optimistis yang melenakan dan kekanak-kanakan, bukan mencari pemecahan
masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang didiagnosis menderita penyakit
yang serius, keadaannya saat itu mungkin paling parah sampai pada titik
fatal yang diabaikannya selama masa pengobatan. Contoh lainnya, jika
seseorang tidak menyadari pentingnya mengamankan harta bendanya, walau
ia pernah mengalami pencurian, besar kemungkinan akan menjadi korban
lagi dari kejadian serupa itu.
Pastilah cara-cara tersebut jauh
dari sikap menaruh kepercayaan kepada Allah dan dari “melihat kebaikan
dalam segala hal”. Pada hakikatnya, sikap tersebut berarti ceroboh.
Kebalikannya, orang yang beriman harus berusaha mengendalikan situasi
sepenuhnya. Pada dasarnya, sikap yang menuntun diri mereka ini adalah
suatu bentuk “penghambaan”, karena ketika mereka terlibat dalam situasi
tersebut, pikiran mereka dikuasai oleh ingatan akan kenyataan bahwa
Allahlah yang membuat peristiwa itu terjadi.
Di dalam Al-Qur`an,
Allah menghubungkan kisah para nabi dan orang beriman sebagai contoh
bagi mereka yang sadar akan hal ini. Inilah yang harus diteladani oleh
seorang mukmin. Sebagai contoh, sikap yang merupakan respons Nabi Huud
terhadap kaumnya menunjukkan penyerahan total dan rasa percayanya yang
kokoh kepada Allah, walaupun ia mendapatkan perlakuan yang buruk.
“Kaum
‘Aad berkata, ‘Wahai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu
bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak
akan memercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian
sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.’ Huud
menjawab, ‘Sesungguhnya, aku menjadikan Allah sebagai saksiku dan
saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari
apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu
dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya, aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada
suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya, Tuhanku di atas jalan yang lurus.’ Jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku
diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti
(kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat
mudharat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya, Tuhanku adalah Maha
Pemelihara segala sesuatu.” (Huud: 53-57)
Bagaimana Orang Bodoh Melihat Sebuah Peristiwa
Secara umum, manusia cenderung memisahkan peristiwa yang terjadi dalam
istilah “baik” dan “buruk”. Pemisahan tersebut sering bergantung pada
kebiasaan atau tendensi peristiwa itu sendiri. Reaksi mereka terhadap
peristiwa tersebut berubah-ubah tergantung pada kepelikan dan bentuk
kejadian tersebut; bahkan apa yang akhirnya akan mereka rasakan dan
alami biasanya ditentukan oleh kebiasaan sosial masyarakat.
Hampir semua orang memiliki sisa-sisa mimpi masa kecil, bahkan dalam
hidup mereka selanjutnya, walaupun rencana-rencana ini tidak selalu
terjadi sesuai dengan apa yang diharapkan atau direncanakan. Kita selalu
cenderung kepada kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dalam hidup.
Peristiwa tersebut dapat sekejap saja melemparkan hidup kita ke dalam
kekacauan. Ketika seseorang berniat untuk menjalankan hidupnya dengan
normal, ia mungkin berhadapan dengan rangkaian perubahan yang pada
awalnya terlihat negatif. Seseorang yang sehat bisa dengan tiba-tiba
terserang penyakit yang fatal atau kehilangan kemampuan fisik karena
kecelakaan. Sekali lagi, seseorang yang kaya bisa saja kehilangan
seluruh kekayaannya dengan tiba-tiba.
Hidup seperti menaiki
roller-coaster. Reaksi orang berbeda-beda ketika menaikinya. Jika
kejadian yang muncul menyenangkan, reaksi mereka baik-baik saja. Akan
tetapi, ketika dihadapkan pada hal-hal yang tidak diharapkan, mereka
cenderung kecewa, bahkan marah. Kemarahan mereka itu bisa memuncak,
bergantung pada sejauh mana mereka berhubungan dengan peristiwa tersebut
dan pencapaian mereka dalam masalah ini. Kencenderungan ini biasa
terjadi dalam masyarakat yang tenggelam dalam kebodohan.
Ada
juga di antara mereka yang saat kecewa berkata, “Pasti ada kebaikan di
dalamnya.” Bagaimanapun juga, kalimat yang diucapkan tanpa memahami arti
sebenarnya hanya semata-mata kebiasaan masyarakat saja.
Masih
ada sebagian orang yang memiliki keinginan untuk memikirkan maksud
Ilahiah dalam setiap peristiwa, apakah yang mungkin terdapat dalam
kejadian-kejadian yang sepele. Akan tetapi, ketika mereka dihadapkan
pada peristiwa yang lebih besar, yang sangat mengganggu, tiba-tiba
mereka melupakan niat tersebut. Sebagai contoh, seseorang mungkin tidak
akan tertekan saat mesin mobilnya rusak tepat ketika ia harus berangkat
ke kantor dan ia berusaha berprasangka baik terhadap kejadian tersebut.
Akan tetapi, jika keterlambatannya itu membuat bosnya marah atau menjadi
alasan hilangnya pekerjaan, ia lalu mencari-cari alasan untuk mengeluh.
Dia mungkin akan bersikap sama jika kehilangan perhiasan atau jam
mahal. Contoh-contoh ini menunjukkan kepada kita bahwa ada beberapa
kejadian kecil yang menyebabkan orang bereaksi dengan wajar atau mereka
mau berbaik sangka bahwa hal tersebut mengandung kebaikan. Akan tetapi,
contoh-contoh lainnya yang tidak biasa dapat membuatnya mencari
pembenaran atas keangkuhan dan kemarahan mereka.
Di sisi lain,
sebagian orang hanya menghibur diri dengan berpikir demikian tanpa
memiliki pegangan makna yang benar terhadap “melihat kebaikan dalam
segala hal”. Dengan sikap demikian, mereka percaya bahwa hal tersebut
dapat menjadi cara untuk menciptakan kenyamanan bagi mereka yang tengah
tertimpa masalah. Misalnya yang terjadi pada anggota keluarga yang
bisnisnya tengah berantakan atau seorang teman yang gagal dalam ujian.
Bagaimanapun juga, jika kepentingan merekalah yang dipertaruhkan dan
mereka terlihat tak sedikit pun memikirkan kebaikan apa yang ada di
balik peristiwa tersebut, mereka telah berlaku bodoh.
Kegagalan
untuk melihat kebaikan dalam peristiwa yang dialami seseorang muncul
dari hilangnya keimanan seseorang. Kegagalannya untuk memahami bahwa
Allahlah yang menakdirkan setiap kejadian dalam kehidupan seseorang,
bahwa hidup di dunia ini tidak lain hanyalah ujian, inilah yang
menghalangi dirinya untuk menyadari kebaikan apa pun dalam setiap
peristiwa yang terjadi padanya.
Dalam bab berikut, kita akan
menggali ide itu, yaitu memiliki keyakinan bahwa ada kebaikan dalam apa
pun yang terjadi pada kita dan faktor-faktor tersebut penting sekali
untuk kita lihat.
DOWNLOAD : klik disini untuk mendownload
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.